Jumat, 21 September 2012

SENI DAN BUDAYA TUBAN



SENI DAN BUDAYA TUBAN

Seni tari masih tetap eksis di daerah Tuban sebagai seni pergaulan sampai sekarang. Karena warga, terutama kalangan pria dewasa maupun orangtua, masih sangat menggandrungi para penari.
Kesenian Sandur
 
Kesenian Sandur adalah tradisi untuk mengungkapkan rasa kegembiraan setelah musim panen. Kesenian ini diawali dengan tari-tarian yang dibawakan oleh empat peraga laki-laki yang disebut Cawik, Pethak, Balong dan Tansil.
Puncak acara ini dilakukan pada tengah malam dengan atraksi kalongking yaitu seorang pemain berjalan di atas tambang dengan ketinggian sekitar 15 meter dari permukaan tanah, kedua ujung tambang diikat pada batang bambu yang di tancap di tengah-tengah lapangan. Ketika berada di tengah tambang pelaku kalongking langsung melakukan tapa kalong dengan posisi kepala di bawah dengan kaki mengait tambang.
Kesenian Sandur adalah sebetulnya kesenian sandur telah lama dikenal di Tuban Dalam catatan sejarah seni tradisi, Kesenian Sandur pernah mengalami zaman keemasan.Pementasan kesenian Sandur digelar hampir di setiap pelosok di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, terutama munculnya bentuk-bentuk kesenian modern yang lebih atraktif, maka kesenian Sandur pun ikut tergusur bahkan mungkin untuk generasi muda Tuban banyak yang tidak mengenal apalagi pernah menyaksikan kesenian sandur ini.
Tidak seperti zaman jayanya dulu, pementasan kesenian Sandur kini sudah sulit dijumpai. Satu-satunya desa di Tuban mungkin di Indonesia yang masih mempertahan Kesenian Sandur hanya dusun Randu Pokak( Bektiharjo Kec Semanding Tuban).
Sandur Kalongking ini terbilang sederhana namun menyita waktu cukup lama, sekitar 9 jam dari pukul 20.00 hingga jam 4 pagi sehingga disinilah kaum muda kurang berminat dalam kesenian ini. Namun hal ini kelihatannya tidak menjadi masalah buat masyarakat Randu Pokak yang haus akan hiburan..

Kesenian Tayub
 
Tayub merupakan salah satu kesenian tradisional Tuban dan merupakan peninggalan dari budaya leluhur yang telah memasyarakat secara turun menurun. Penari Tayub biasanya terdiri dari 2 orang sampai dengan belasan penari.
Para penonton dapat ikut serta menari bersama dengan penari Tayub. Acara akan semakin ramai dan hangat ketika penari Tayub yang disebut sindir menyanyikan gending-gending (lagu) yang sedang in dan digemari oleh penonton, sehingga akan banyak penonton yang turut serta menari dengan gerakan tari yang mereka bisa lakukan.
Sindir biasanya selalu memenuhi keinginan penonton dengan melantunkan lagu yang diminta. Tarian ini biasanya diselenggarakan untuk memeriahkan acara perrnikahan, khitanan, atau acara keluarga lainnya. Acara berlangung selama sehari atau bahkan sampai dua hari, tergantung pesanan dari penyewa tarian tersebut
BATIK GEDOG
 
BATIK gedog tidak bisa dilepaskan dari sejarah Tuban. Batik ini kali pertama dibawa langsung Laksamana Cheng Ho dari China (kini Tiongkok) pada masa pemerintahan Majapahit. Nuansa China dari batik ini sangat melekat. Itu terlihat dari gambar burung Hong yang menjadi kekhasan batik tersebut.
Setelah masuk Tuban, batik ini diadopsi Ki Jontro, pengikut Ronggolawe. Saat Ronggolawe memberontak Majapahit, dia dan pengikutnya bersembunyi di hutan. Dalam persembunyian itulah, Jontro yang kemudian namanya dipakai nama alat tenun tradisional membuat pakaian untuk pasukannya. Semula, pakaian dari kain tenun tersebut bermotif garis-garis sesuai alur benang. Namun, setelah terpengaruh batik Lokcan dari Laksamana Cheng Ho, kain tenunnya dibatik seperti batik tersebut. Nama gedog kemudian diambil dari bunyi proses penenunan yang berbunyi gedog.
Di zaman Sunan Bonang, batik ini juga dipakai oleh pengikutnya. Kini, sebagian batik peninggalan pengikut Sunan Bonang itu disimpan di museum Kambang Putih